Ade Sumardi Tegaskan Komitmen Transparansi di Debat Pilgub Banten: KTP Lebak Jadi Percontohan Nasional
BANTEN, – Dalam debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten yang digelar pada Rabu malam, 16 Oktober 2024, calon Wakil Gubernur Banten, Ade Sumardi, menegaskan bahwa transparansi publik bukan sekadar janji manis politik. Ia mengklaim dirinya sebagai salah satu pelopor terbentuknya Komisi Transparansi dan Partisipasi (KTP) di Kabupaten Lebak, sebuah inisiatif yang telah terbentuk bahkan sebelum Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) disahkan pada 2008.
KTP Lebak, menurut Ade, menjadi percontohan nasional dan kemudian menginspirasi pembentukan Komisi Informasi di Provinsi Banten. Dalam sesi debat yang membahas isu keterbukaan informasi publik, Ade menekankan bahwa kepemimpinan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan hanya retorika.
“Ketika saya di DPRD Lebak, saya adalah salah satu pelopor pembentukan KTP, Komisi Transparansi dan Partisipasi,” ungkap Ade. Ia menambahkan bahwa transparansi dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Ade menyebut, APBD harus dapat diakses oleh masyarakat umum, bahkan di tempat-tempat sederhana seperti warung kopi dan pos ronda. “Transparansi itu milik rakyat, bukan hanya lip service. APBD harus diketahui semua pihak agar rakyat paham betul kemana uang mereka digunakan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa APBD, sebagai uang rakyat, harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. “Transparansi adalah kewajiban, rakyat harus memiliki hak untuk mengetahui bagaimana uang mereka dikelola,” ujarnya.
Ade, yang mendampingi Calon Gubernur Banten, Airin Rachmi Diany, menggarisbawahi pentingnya keterbukaan dari proses perencanaan hingga pelaksanaan anggaran sesuai dengan UU KIP. Ia menekankan bahwa masyarakat harus tahu perencanaan, pelaksanaan, dan hasil dari anggaran yang dikelola pemerintah. “Ini tidak boleh hanya jadi slogan, tapi harus nyata,” tegasnya.
Dalam debat tersebut, Ade juga menyinggung pernyataan mantan Bupati Pandeglang, Dimyati Natakusumah, yang mengkritisi kurangnya transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran di Banten. Dimyati menuduh adanya rekayasa dan monopoli dalam tender proyek pembangunan, yang menurutnya menciptakan ketidakadilan dan tidak transparan.
Dimyati menyebut, “Pengadaan sering kali sudah diatur, pemenangnya dia lagi, dia lagi. Ini yang menciptakan monopoli dan ketidakadilan dalam pembangunan di Banten.”
Ade merespons dengan mengutip Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur: “Ingat kata Gus Dur, ketika kita menunjuk orang lain, satu jari ke depan, tapi empat lainnya menunjuk ke belakang. Jangan sampai kita hanya menyalahkan orang lain.”
Debat tersebut menyoroti pentingnya transparansi dalam pemerintahan dan bagaimana kedua kandidat wakil gubernur ini memaparkan pandangan mereka tentang tata kelola anggaran yang baik. Ade Sumardi, dengan pengalamannya, menekankan pentingnya tindakan nyata dan komitmen transparansi untuk membangun kepercayaan publik, sementara Dimyati Natakusumah menyoroti perlunya reformasi dalam proses perencanaan dan pengadaan agar lebih adil dan terbuka.