Drama Baru Kasus Hasto: Ronny F. Sompie Kembali Disorot KPK
Jakarta – Nama Harun Masiku yang sempat menjadi teka-teki besar dalam skandal hukum Indonesia kembali menyeruak. Kali ini, mantan Dirjen Imigrasi, Ronny F. Sompie, dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus yang menjerat Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto.
Kasus ini semakin memanas setelah Hasto resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Konstitusi. Sorotan pun tertuju pada Ronny, yang semasa menjabat di Imigrasi pada tahun 2020 membuat pernyataan kontroversial bahwa Harun Masiku—tokoh sentral skandal ini—sudah kembali ke Indonesia. Pernyataannya saat itu bertolak belakang dengan informasi resmi dari Kemenkumham, yang menyebut Harun tidak terdeteksi masuk ke Tanah Air.
Ketidaksinkronan ini memicu badai politik, bahkan mengguncang internal Imigrasi. Puncaknya, Ronny dicopot dari jabatan Dirjen Imigrasi, sebuah langkah yang memancing protes dari pegawai institusi tersebut, yang kala itu mengganti logo resmi menjadi corak hitam sebagai bentuk solidaritas.
Kini, dalam pemeriksaan KPK, Ronny diduga diminta untuk mengklarifikasi berbagai informasi lama yang kembali relevan setelah Hasto ditangkap. Publik pun bertanya-tanya: Apakah Ronny menyimpan fakta yang selama ini belum terungkap? Atau, mungkinkah ia membawa babak baru dalam drama panjang Harun Masiku?
Menurut pengamat hukum, pemeriksaan Ronny bisa menjadi kunci untuk mengungkap misteri besar yang telah bertahun-tahun menyelimuti kasus ini. “Banyak yang bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang mencoba menutup-nutupi keberadaan Harun Masiku? Dan bagaimana ini terkait dengan dugaan suap yang melibatkan Hasto?” ujar seorang ahli hukum yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini bukan hanya menjadi sorotan hukum, tetapi juga menguak sisi gelap politik Indonesia. Apakah Harun Masiku benar-benar menghilang? Siapa yang melindunginya? Dan apakah Hasto hanya satu dari sekian banyak tokoh yang terlibat dalam jaringan ini?
Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah pemberantasan korupsi di Indonesia. Bagi masyarakat, ini adalah ujian besar: apakah hukum akan menang atas politik, atau justru sebaliknya?