Jakarta – Forum Ekonomi Dunia (WEF) membunyikan alarm: disinformasi bukan lagi polusi digital, melainkan senjata pemecah-belah masyarakat yang mengancam fondasi demokrasi global.
Dalam Global Risks Report 2025 yang dirilis hari ini, WEF menyebut:
- 78% negara G20 menghadapi serangan disinformasi terorganisir selama pemilu
- Konten deepfake meningkat 1.200% sejak 2023
- Kerugian ekonomi global akibat hoaks capai $500 miliar
“Ini bukan lagi soal kebohongan viral, tapi perang informasi terstruktur,” tegas Saadia Zahidi, Managing Director WEF, dalam konferensi pers.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perdana Menteri Dorin Recean mengungkap strategi negaranya melawan “tsunami disinformasi”:
- AI Fact-Checking Unit yang mampu analisis 10.000 konten/menit.
- Pelatihan darurat literasi digital untuk guru dan jurnalis.
- Kolaborasi dengan platform digital untuk “karantina konten berbahaya”.
“Bayangkan, video palsu menteri luar negeri kami bicara tentang invasi Rusia bisa dibuat dalam 3 menit,” kata Recean.
WEF merancang strategi tiga lapis:
- Deteksi Dini – Jaringan global pemantauan konten mencurigakan
- Respons Cepat – Tim gabungan pemerintah-platform media
- Imunitas Publik – Kurikulum literasi media wajib di sekolah.
“Kita perlu aturan main baru. Saat ini, algoritma lebih bisa dapat untung dari kebohongan daripada kebenaran,” kritik Maria Ressa, peraih Nobel Perdamaian yang hadir di Davos, Swiss.
Laporan ini menyoroti dilema:
- AI generator bisa produksi 10.000 varian hoaks dalam 1 jam
- Tapi AI detector bisa identifikasi 96% konten palsu dalam 0,3 detik
WEF mengajak 50 perusahaan teknologi untuk berkomitmen pada AI Integrity Pledge – kesepakatan global penggunaan AI yang bertanggung jawab.
Para ahli memprediksi:
- Pemilu 2025-2030 berisiko jadi “pertunjukan deepfake”.
- Krisis kepercayaan publik bisa lumpuhkan kebijakan penting.
- Potensi konflik sosial meningkat akibat narasi pecah-belah.
“Ini bukan lagi tentang kebebasan berekspresi versus kontrol, tapi tentang bertahan atau runtuhnya masyarakat terdidik” tutup
Saadia Zahidi.