Peringatan WEF: Disinformasi Lebih Berbahaya dari Resesi, Butuh ‘Vaksin Digital”

Rabu, 9 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Forum Ekonomi Dunia (WEF) membunyikan alarm: disinformasi bukan lagi polusi digital, melainkan senjata pemecah-belah masyarakat yang mengancam fondasi demokrasi global.

Dalam Global Risks Report 2025 yang dirilis hari ini, WEF menyebut:

  • 78% negara G20 menghadapi serangan disinformasi terorganisir selama pemilu
  • Konten deepfake meningkat 1.200% sejak 2023
  • Kerugian ekonomi global akibat hoaks capai $500 miliar

“Ini bukan lagi soal kebohongan viral, tapi perang informasi terstruktur,” tegas Saadia Zahidi, Managing Director WEF, dalam konferensi pers.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perdana Menteri Dorin Recean mengungkap strategi negaranya melawan “tsunami disinformasi”:

  • AI Fact-Checking Unit yang mampu analisis 10.000 konten/menit.
  • Pelatihan darurat literasi digital untuk guru dan jurnalis.
  • Kolaborasi dengan platform digital untuk “karantina konten berbahaya”.

“Bayangkan, video palsu menteri luar negeri kami bicara tentang invasi Rusia bisa dibuat dalam 3 menit,” kata Recean.

WEF merancang strategi tiga lapis:

  1. Deteksi Dini – Jaringan global pemantauan konten mencurigakan
  2. Respons Cepat – Tim gabungan pemerintah-platform media
  3. Imunitas Publik – Kurikulum literasi media wajib di sekolah.

“Kita perlu aturan main baru. Saat ini, algoritma lebih bisa dapat untung dari kebohongan daripada kebenaran,” kritik Maria Ressa, peraih Nobel Perdamaian yang hadir di Davos, Swiss.

Laporan ini menyoroti dilema:

  • AI generator bisa produksi 10.000 varian hoaks dalam 1 jam
  • Tapi AI detector bisa identifikasi 96% konten palsu dalam 0,3 detik

WEF mengajak 50 perusahaan teknologi untuk berkomitmen pada AI Integrity Pledge – kesepakatan global penggunaan AI yang bertanggung jawab.

Para ahli memprediksi:

  • Pemilu 2025-2030 berisiko jadi “pertunjukan deepfake”.
  • Krisis kepercayaan publik bisa lumpuhkan kebijakan penting.
  • Potensi konflik sosial meningkat akibat narasi pecah-belah.

“Ini bukan lagi tentang kebebasan berekspresi versus kontrol, tapi tentang bertahan atau runtuhnya masyarakat terdidik” tutup
Saadia Zahidi.

Berita Terkait

Agus Jabo Priyono Kembali Terpilih Pimpin Partai PRIMA
Rahmawati Herdian Sosialisasikan Germas dan PKG di Teluk Betung Timur
NasDem Dukung Asep Awaludin Perjuangkan Warga Huntara
F-MPB Soroti Perpustakaan Mangkrak: Jejak Buram Kepemimpinan Masa Lalu, Ujian Integritas Pemerintahan Baru”
Dansatgas Yonif 715/Motuliato Monitoring Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon Bupati di Puncak Jaya
Tingkatkan Keamanan Kawasan, Kasum TNI Terima Deputi Pertahanan AS
Andika Hazrumy Pimpin Partai Golkar Banten
Gerindra Way Kanan Usulkan Galang Rahman Jadi Wakil Bupati, Lanjutkan Perjuangan Sang Ayah

Berita Terkait

Selasa, 3 Juni 2025 - 16:24

Agus Jabo Priyono Kembali Terpilih Pimpin Partai PRIMA

Sabtu, 17 Mei 2025 - 15:16

Rahmawati Herdian Sosialisasikan Germas dan PKG di Teluk Betung Timur

Sabtu, 17 Mei 2025 - 12:51

NasDem Dukung Asep Awaludin Perjuangkan Warga Huntara

Jumat, 9 Mei 2025 - 19:19

F-MPB Soroti Perpustakaan Mangkrak: Jejak Buram Kepemimpinan Masa Lalu, Ujian Integritas Pemerintahan Baru”

Kamis, 8 Mei 2025 - 19:07

Dansatgas Yonif 715/Motuliato Monitoring Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon Bupati di Puncak Jaya

Rabu, 7 Mei 2025 - 09:57

Tingkatkan Keamanan Kawasan, Kasum TNI Terima Deputi Pertahanan AS

Sabtu, 3 Mei 2025 - 20:18

Andika Hazrumy Pimpin Partai Golkar Banten

Rabu, 9 April 2025 - 17:17

Peringatan WEF: Disinformasi Lebih Berbahaya dari Resesi, Butuh ‘Vaksin Digital”

Berita Terbaru