Kota Serang – Di sudut sunyi Lingkungan Kebon Sawo Lor, Kota Serang, berdiri sebuah rumah tua yang nyaris roboh. Dindingnya retak, atapnya bocor, dan catnya mengelupas digerus waktu. Rumah itu milik almarhum KH. Nunung Nuryaman, seorang guru ngaji kharismatik yang semasa hidupnya disegani. Tapi kini, warisannya bukan kemuliaan, melainkan kesunyian.
KH. Nunung dikenal luas. Muridnya datang dari berbagai penjuru – dari kampung-kampung pelosok hingga kota. Banyak di antara mereka yang kini sukses, bahkan menjadi pejabat dan tokoh masyarakat. Namun, begitu sang kiai menghembuskan napas terakhir, rumah itu perlahan dilupakan. Tak ada lagi tapak kaki tamu yang datang mengaji atau minta doa. Bahkan untuk sekadar menjenguk keluarganya pun, nyaris tak ada.
“Waktu beliau masih hidup, banyak pejabat datang ke sini. Minta doa, minta wejangan. Tapi sekarang? Sepi. Tidak ada satu pun yang datang bantu atau sekadar lihat keadaan keluarganya,” ujar seorang tetangga, dengan nada getir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kini, keluarga KH. Nunung hidup dalam keterbatasan. Rumah yang dulu jadi tempat tumpuan ilmu dan harapan kini menjadi simbol kealpaan sosial. Pemerintah Kota Serang pun belum terlihat turun tangan. Tak ada program perbaikan rumah, tak ada perhatian, apalagi penghargaan untuk jasa seorang guru ngaji.

Yang masih bertahan dan berjuang adalah para santri muda, yang setia pada gurunya meski telah tiada. Mereka yang tinggal di sekitar Kota Serang bahu-membahu membantu keluarga KH. Nunung, meski hanya dapat membantu membawakan makanan, membelikan kebutuhan pokok, bahkan membersihkan rumah yang nyaris rubuh itu.
“Ini bentuk bakti kami. Meskipun beliau sudah wafat, kami nggak mau meninggalkan keluarganya begitu saja,” tutur Arif, salah satu santri muda yang kini rutin membantu.
Kisah ini bukan sekadar tentang rumah yang rusak. Ini tentang nilai yang hilang! tentang bagaimana masyarakat, termasuk pemerintah, seringkali cepat melupakan jasa orang-orang yang telah mengabdi tanpa pamrih.
KH. Nunung telah memberi banyak, tapi yang ia tinggalkan hanyalah sunyi. Rumah yang runtuh pelan-pelan, seperti ingatan kita akan kebaikannya.