Makassar,diksiber.id-Sidang kedua dengan agenda Pemeriksaan Saksi di Ruang Sidang Prof. Oemar Seno Adji Pengadilan Negeri Makassar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi-saksi yang merupakan kerabat korban. Dalam persidangan, Terdakwa sebelumnya membantah bahwa Korban histeris pada saat Terdakwa hadir di ruang guru.
Pelaku masih terus berusaha berbohong di persidangan, tidak mengakui bahwa korban histeris ketika melihat pelaku. Sampai kami memberikan bukti videonya, barulah pelaku mengaku. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku memang pembohong dan betul melakukan kekerasan seksual pada korban. Kami sangat geram dengan tingkah pelaku di persidangan,” ujar Wali sekaligus saksi Korban
Sidang berlangsung pada pukul 15.15 WITA, melalui 3 orang saksi yang dihadirkan oleh JPU yaitu Wali Korban, Sepupu Korban, sekaligus Korban yang didampingi oleh Nurdayati S.Pd., M.Pd sebagai Ahli Bahasa Isyarat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemeriksaan saksi dimulai dengan pemberian keterangan saksi oleh Korban langsung di hadapan Majelis Hakim dengan dampingan ahli bahasa isyarat. Dalam keterangannya, Korban mengungkapnya kembali bagaimana tindakan Terdakwa selaku tenaga pengajar berulang kali melakukan tindakan pelecehan terhadap dirinya di SLB Laniang.
Penuturan Korban di depan Majelis Hakim, menjelaskan Terdakwa pernah meraba payudara Korban dengan memasukkan tangan ke dalam baju korban dari arah belakang. Reka ulang kejadian berlanjut, korban pernah dimasukkan ke dalam toilet dan dipaksa untuk melakukan oral sex. Tidak sampai disitu, korban pernah ditelanjangi dan diperkosa.
Dalam Fakta Persidangan atas semua keterangan saksi yang bersesuaian dan bukti hasil Visum Et Repertum yang membuktikan adanya bekas luka di alat kelamin korban dan bekas cakaran di badan korban. Maka terang apa yang sudah diperbuat oleh Terdakwa sekaligus guru di sekolah Luar Biasa Laniang,” ujar Razak APBH LBH Makassar selaku Pendamping Hukum.
Keterangan Korban juga selaras dengan hasil Visum et Repertum yang dibacakan dalam Dakwaan JPU menerangkan bahwa terdapat bekas robek pada kelamin di arah jam 3, jam 5 dan jam 7. Tambah lagi, terdapat bekas cakaran di lengan dan bekas cakaran pada payudara Korban di sebelah kanan. Pasca pemberian kesaksian Korban, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi kerabat Korban.
Pada saat mengetahui kejadian tersebut, mereka langsung menyambangi SLB Laniang untuk mencari tahu lebih lanjut terkait kasus yang menimpa Korban dan menanyakan siapa pelaku atas kejadian keji tersebut.
Setiba di SLB Laniang, Tante Korban selaku saksi menuju ke ruang guru untuk bertemu dengan kepala sekolah. Awalnya, ia menanyakan apakah SLB Laniang mempunyai CCTV di lingkup sekolah atau tidak. Mirisnya, tidak ada CCTV yang tersedia untuk memantau aktifitas orang-orang di sekolah. Hingga akhirnya saat di ruang guru, Tante Korban melihat tas Korban berada di atas meja Terdakwa.
Korban pun menunjuk tasnya yang berada di atas meja Terdakwa. Kepala sekolah kemudian memanggil Terdakwa, sesampai di dalam ruangan, Korban histeris ketakutan pada saat melihat Terdakwa. Hanya saja menurut pengakuan saksi, Kepala Sekolah seolah berupaya melindungi Terdakwa saat itu.
Setelah berulang kali pihak PGRI berupaya menyelesaikan kasus ini dalam tahap mediasi, ada pelajaran yang dapat dipetik bahwa korban kekerasan seksual merupakan seorang disabilitas dan mampu melawan rasa takutnya dan berani mengungkapkan kekerasan yang dialaminya. Tentu saja ini tidak lepas dari dukungan keluarga dan orang-orang di sekitar korban. Termasuk juga UU TPKS yang mengakomodir ancaman pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap seorang anak dengan disabilitas. Dukungan ini juga sangat penting bagi proses pemulihan korban kedepannya,” ujar Ambara selaku pendamping hukum korban.